Dari pusat Kota Bogor, orang bisa menempuh angkutan bernomor 03
jurusan dari terminal Baranangsiang menuju terminal Bubulak atau
angkutan kota bernomor 02 tujuan sukasari menuju laladon Pada tahun
2007, ongkos per orang dengan angkutan ini Rp 4000.karna BBM naik.
Kemudian dari Terminal bubulak atau terminal laladon, orang bisa
melanjutkan perjalanan dengan angkutan bernomor 16 khusus untuk jurusan
ciherang, ongkosnya sebesar Rp 3500. Angkutan tersedia hanya sampai jam
22.00 WIB, meskipun makin larut malam, jumlah angkutan yang beroperasi
hanya tinggal sedikit.
Namun tersedia angkutan ojek di pangkalan ojek di
terminal laladon rute yang ditempuh yaitu dari terminal laladon menuju
ciherang dengan menempuh jalur jalan swadaya yang didirikan oleh
masyarakat melalui jalan persawahan kampung Ciherang Peuntas dengan tarif yang
relatif murah yaitu sebesar Rp. 3.000,-.
Pada akhir tahun 1980-an,
ongkos dari Ciherang hingga Termnial merdeka di pusat kota hanya Rp 100.
kemudian naik menjadi Rp 150, Rp 300, Rp 500, hingga tarif hari ini.
yang kini terminal berubah manjadi terminal bubulak dan terminal
laladon.
Pada tahun 1990-an, waktu tempuh dari pusat kota Bogor menuju desa
Ciherang sekitar 25 menit karena jumlah angkutan masih sedikit dan jalan
tidak terlalu macet. Kemacetan biasanya hanya terjadi di Pasar Gunung
Batu, sekitar 7 kilometer dari Desa Ciherang. Namun di pagi hari,
kemacetan tersebut kadang kala membuat mobil dari sejak daerah Loji atau
sekitar tiga kilometer dari pasar bergerak lamban.
Karena kemacetan dan sedikitnya angkutan, orang Ciherang yang
berangkat bekerja dan sekolah pagi, biasanya menyisihkan waktu sejam
sebelum jam bekerja atau sekolah dimulai karena perjalanan yang
seharusnya hanya 25 menit saat tidak macet membutuhkan waktu berlipat
ganda.
Saat itu, angkutan menuju Kota Bogor dari Ciherang pun hanya satu
trayek, yaitu dari terminal Ciherang yang lebih dikenal masyarakat
sebagai Stanplas (mungkin ejaan dari bahasa asing tertentu) menuju
terminal Merdeka, Bogor yang kini menjadi ruko di sebelah Pusat Grosir
Bogor (PGB) Jalan Kebon Jahe.
Pekerja dan pelajar yang memiliki rumah jauh dari Stanplas biasanya
menyetop mobil yang menuju Stanplas.
Lalu ikut balik lagi menuju Kota
Bogor melalui tempat mereka menyetop sebelumnya. Sebab jika tidak
demikian, sulit mendapatkan angkutan kosong dari Stanplas. Ada juga yang
memilih berjalan kaki menuju Jalan raya Dramaga karena di sana terdapat
lebih banyak pilihan angkutan umum dari trayek Petir, Cibeureum, kampus
Dalam, Ciampea, Jasinga, dan Leuwiliang yang semuanya menuju pusat Kota
Bogor.
Mereka yang berjalan biasanya menempuh jalur aspal melintasi berbagai
kampung. dari Stanplas berturut-turut ada Kampung Gang Comel, Kampung
Kidul, Kampung Ciherang Listrik, Kampung Gonggo, Kampung Tegal Loceng
tempat latihan olahraga sekolahku majas, Pasar Dramaga, SDN Margajaya 1,
dan Caringin rumah temenku.
banyak orang memilih jalan pintas
menyebrang jembatan di atas sungai, di belakang Asrama Gilang kencana
IPB. Di belakang asrama ini terdapat sebuah derah bernama tegal Loceng,
berupa tegalan atau lapangan berumput dan ada menara lonceng warisan
Belanda berdiri di sana.
Orang-orang zaman dahulu mengatakan lonceng
tersebut berfungsi sebagai jam. Sebab pada jam-jam tertentu, pemerintah
Kolonial Belanda membunyikannya, entah apa tujuannya. Tegalannya sendiri
sering dipakai latihan perang sekitar tahun 1950-an.
Jalan aspal di Ciherang selalu diperbaiki, namun lebih sering tampak
berlubang-lubang parah lagi beberapa bulan setelah perbaikan, terutama
sepanjang Jalan di dekat Pasar Dramaga. Pasar ini dulu lebih dikenal
sebagai pasar Jumat. Kini pasar tersebut lebih semrawut karena di
pertigaannya dikepung oleh berbagai toko dan pedagang kaki lima.
padahal
sekitar tahun 2000-an, ruko di seberang jalan menuju Desa Petir
hanyalah rumah tinggal yang asri. Namun kini sudah menjadi ruko beras,
warung telekomunikasi, penjaja buah, warung nasi, dan klinik dokter.
Akibatnya seringkali arus angkutan terhenti karena kemacetan orang dan
manusia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar